Terjemahan Alfiyyah Syarah Ibnu'Aqil - Sinar Baru Algensindo

Jilid 1 & 2 kitab Alfiyyah Ibnu Aqil ini merupakan kitab ilmu Nahwu yang memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan kitab-kitab Alfiyyah lainnya.

Pembahasannya lebih menitik beratkan pada kajian kebahasaan. Gaya bahasanya mudah dipahami dan sarat dengan materi yang dapat menjabarkan pengertian yang luas.

Untuk mengembangkan wawasan berbahasa Arab dibutuhkan adanya buku semacam Alfiyyah ini, yaitu berisi penjelasan-penjelasan mengenai Ilmu Nahwu, karena penguasaan terhadap ilmu ini merupakan kunci dan syarat mutlak untuk dapat mengkaji ajaran Islam secara luas dan mendalam.
Dalam literatur pesantren di Indonesia, sudah tak asing lagi bahkan hampir seluruh pesantren menyertakan alfiyah sebagai salah satu pelajaran wajib dan menjadi tolak ukur sejauh mana kepandaian seorang santri dalam ilmu gramatikal arab.
Karya monumental ini dikarang oleh maha guru Syeh Muhammad bin Abdullah nin Malik Al-Andalusy atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Ibnu Malik. Alfiyah memang menarik. Bahkan telah masyhur dikalangan pesantren bahwa seorang santri belum dikatakan “santri” jika belum menguasai atau setidaknya mempelajari Alfiyah.
Sudah pasti kitab ini amat menarik. Pada awal Nadzom dalam bab Muqoddimah (pendahuluan,pen)beliau menggunakan “fi’il madhi” (kata kerja yang menunjukkan masa yang telah lampau,pen). Ini adalah hal yang tak lazim. Dimana para pengarang kitab diawal pembicaraannya mayoritas menggunakan “fi’il mudhori’” (kata kerja yang menunjukkan masa yang akan terjadi atau sedang dilakukan,pen).
Inilah satu keunikan dari banyak hal dari kitab ini. Sekali saat kita membuka halaman pertama , kita langsung disuguh dengan “hidangan” yang beda dari kitab lain. Yang mungkin membuat kita berfikir dan berangan-angan.
Dalam hal ini bisa terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, hal seperti ini dapat dijadikan tolak ukur dari betapa dalamnya keilmuan beliau. Diamana sebelum menulis kitab ini, 1000 nadzom yang menjadi isinya telah beliau simpan dalam memori otak beliau. Hal yang sangat langka dilakukan oleh pengarang lain.
Kemungkinan kedua bisa kita pakai pendekatan “Balaghoh”. Diamana salah satu dari “nuktah”(tujuan) pemakaian fi’il madhi adalah “LIDDAWAM”, yakni bahwa kata kerja dalam hal ini adalah lafadz “qoola”(berkata) diharapkan dapat lestari hingga akhirul-qiyamah.
Dalam kesempatan kali ini, saya mencoba untuk mengais mutiara yang terkandung dalam untaian permata NADZOM ALFIYAH yang saya dapatkan dari berbagai sumber dan guru-guru saya.
Mudah-mudahan hal yang saya ini termasuk dalam konsep akhlak terhadap seorang ‘alim yang berbunyi: “man yukrim mu’allimahu falyukrim ma ‘indahu”. Dan mudah-mudahan kita disandingkan dengan beliau kelak di akhirul-qiyamah. AMIEN…
kini saya coba membahas nuktah yang tersirat di salah satu nadzom alfiyah dalam hal ini yang terdapat dalam bab Kalam.
كلامنا لفظ مفيد كاستقم و إسم و فعل ثم حرف الكلم
Artinya: Kalam menurut ulama’ ahli nahwu adalah lafadz yang berfaidah sebagaimana lafadz istaqim…
Titik berat pembahasan kita kali ini terletak pada lafadz istaqim yang juga terdapat pada firman Allah SWT. dalam surat Al-Fushshilat ayat 30:
إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة أن لاتخافوا ولاتحزنوا وابشروا بالجنة التي كنتم توعدون
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”. Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. Maka lihatlah malaikat turun kepada mereka, dengan mengatakn, “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah merasa sedih. Bergembiralah kemu dengan mendapatkan surga yang telah Allah janjikan padamu”. (QS. Al-Fushshilat : 30)
Sebelum kita membahas ungkapan dari Alfiyah, alangkah baiknya kita dahulukan untuk membahas tafsiran ayat tersebut diatas.
Syeikh Muhammad Nawawi Al-Jawy dalam kitab Tafsir Munir menjelaskan bahwa pada saat seseorang berkata, “Allah adalah tuhanku”, maka harus diikutkan dengan keyakinan yang mendalam tentang adanya kekuasaan dan wujudnya Allah SWT. Serta mengetahui dan mengerti sifat-sifatNya secara menyeluruh. Jika tidak demikian, maka dikhawatirkan tidak ada cahaya iman di dalam hatinya. Setelah itu seseorang tersebut harus beristiqomah (استقاموا ). Hal ini dapat kita artikan dengan selalu melakuakan perbuatan baik yang diridloi oleh Allah SWT.
Setelah seseorang bersaksi dan meyakini bahwa Allah adalah tuhannya , kemudian disertai dengan istiqomah, selalu dan terus menerus menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya , sampai ajal kematian menjemput. Maka Allah akan memenuhi hatinya dengan kesenangan surga yang akan dia dapatkan kelak.
Imam Ibnu Malik dengan kedalaman ilmunya telah menyinggung hal ini pada awal pembahasan ilmu nahwu pada kitab alfiyah-nya. Al-Kalam , yang dalam hal ini saya ungkapkan sebagai ucapan, adalah lafadz atau perkataan yang memberi faidah dan manfaat yang baik kepada orang lain ataupun pada si pembicara sendiri. Di sini dicontohkan dengan kata استقم , yang artinay adalah ” beristiqomahlah ” . Lafadz ini termasuk kalam (ucapan yang benar ) karena di dalamnya terdapat faidah yang dapat kembali pada orang yang diajak bicara , karena dengan mendengar lafadz tersebut hati kecil seseorang akan terdorong untuk menunaikan suatu perbuatn yang sangat besar menfaatnya. Ataupun paling tidak faedah tersebut akan kembali pada diri kita selaku orang yang berbicara , karena dengan berkata dan memerintah demikian berarti ia harus terlebih dahulu melakukan hal tersebut.
Jadi, hindarilah omong kosong ( perkataan yang tidak ada faedahnya ). hindari bersenda gurau. Karena omong kosong dan senda gurau hanya akn menghabiskan waktu kita untuk melakukan perbuatan yang lebih berguna dan berfaedah. Dan hal itu juga dapat dapat menimbulkan kegelisahan dalam hati. Seperti sabda Rasulullah SAW, ” Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir , hendaknya ia berkata baik. Atau ( jika ia tak dapat berkata baik ) maka lebih baik ia diam saja."

Harga: Rp 75.000(1 paket jilid 1&2)









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sakti Mandraguna : Terjemah Manba'u Ushul Hikmah

Terjemah Kitab Abu Ma'syar Al Falaki : Ingin Mengetahui Nasib Anda

Doa Doa Jaljalut Kubro